Beijing, Radio Bharata Online - "Dead To Rights", sebuah film tentang Pembantaian Nanjing, telah menggemparkan box office musim panas Tiongkok dengan plotnya yang rumit dan tema yang memikat, serta penekanan pada kisah-kisah epik warga sipil yang sangat menyentuh hati penonton.
Pendapatan box office film ini telah melampaui 2,19 miliar yuan (sekitar 4,95 triliun rupiah) hingga hari Minggu (10/8) pukul 19.00 sejak penayangan perdananya pada 25 Juli 2025.
Film ini berpusat pada sekelompok warga sipil Tiongkok yang berlindung di sebuah studio fotografi selama pendudukan brutal agresor Jepang di Nanjing pada tahun 1937.
Dalam upaya putus asa untuk bertahan hidup, mereka terpaksa membantu seorang fotografer militer Jepang dalam proses pencetakan film -- hanya untuk menemukan bahwa negatif film tersebut berisi bukti kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Jepang di seluruh kota. Mereka diam-diam menyimpan negatif film tersebut dan mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengirimkannya ke dunia luar, berharap kebenaran akan terungkap.
"Perspektif warga sipil dan kisah-kisah epik mereka -- inilah pendekatan kami selama proses pembuatan film. Kami ingin menceritakan kisah-kisah orang biasa, mereka yang seringkali terabaikan. Dengan menyelami pengalaman dan emosi mereka, kami berharap dapat membantu penonton menghubungkan sejarah dengan perasaan pribadi mereka," ujar Zhang Ke, penulis skenario film tersebut.
"Sangat menyentuh, dan saya tak henti-hentinya menangis saat ceritanya terungkap," ujar seorang penonton.
Zhang juga berbagi aspirasinya untuk menggunakan "studio fotografi" kecil tersebut guna mengabadikan masa-masa epik, dengan tujuan menciptakan ikatan emosional yang lebih erat dengan penonton.
"Ketika kami keluar dari bioskop dan menjauh dari film, kami tiba-tiba menjadi sangat sadar akan kedamaian dan keindahan tanah air kami, dan akan semakin menghargai kehidupan kami yang damai dan tenang," ujar penulis skenario tersebut.