Kamis, 22 Mei 2025 11:34:49 WIB
Program Golden Dome AS Melanggar Konsensus Internasional
International
Endro

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning Foto: Kementerian Luar Negeri
BEIJING, Radio Bharata Online - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning, pada hari Rabu mengatakan, sistem pertahanan rudal "Kubah Emas (Golden Dome)" AS, akan meningkatkan risiko mengubah ruang angkasa menjadi zona perang, dan menciptakan perlombaan senjata ruang angkasa.
Mengomentari rencana AS merilis rincian sistem pertahanan rudal "Kubah Emas" senilai 25 miliar Dollar AS yang akan selesai dalam tiga tahun, Mao Ning mengatakan, bahwa "Kubah Emas" dimaksudkan untuk menciptakan sistem pertahanan rudal global, berlapis-lapis, dan multi-domain yang tidak terbatas, membuat proyek ini memiliki sifat ofensif yang kuat, dan melanggar prinsip penggunaan damai dalam Perjanjian Luar Angkasa. Menurut Juru Bicara, proyek ini akan meningkatkan risiko mengubah luar angkasa menjadi zona perang, dan menciptakan perlombaan senjata luar angkasa, serta mengguncang sistem keamanan dan pengendalian senjata internasional.
Menurut Reuters, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa ia telah memilih desain untuk perisai pertahanan rudal Golden Dome, dan menunjuk seorang jenderal Angkatan Luar Angkasa, untuk memimpin program tersebut. Program ini bertujuan untuk membuat jaringan dari ratusan satelit, untuk mendeteksi, melacak, dan berpotensi mencegat rudal yang masuk.
Mao Ning mengatakan, ini adalah inisiatif "America First" lainnya, yang menempatkan keamanan mutlak AS di atas segalanya.
Tiongkok mendesak AS untuk menghentikan pengembangan dan pengerahan sistem antirudal global, dan mengambil tindakan konkret untuk meningkatkan kepercayaan strategis antara negara-negara besar, dan menegakkan stabilitas strategis global.
Perisai pertahanan rudal Golden Dome AS akan menjadi pelanggaran konsensus internasional, tentang menjaga ruang angkasa yang bebas dari konflik militer, dan pasti dapat memicu perlombaan senjata baru di luar angkasa. (Global Times)
Komentar
Berita Lainnya
Politisi Jerman Kritik Parlemen Eropa karena Tetap Operasikan Dua Kompleksnya di Tengah Krisis Energi International
Jumat, 7 Oktober 2022 8:37:55 WIB

Patung Kepala Naga dari Batu Pasir Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Taman Angkor Kamboja International
Jumat, 7 Oktober 2022 16:2:20 WIB

Tiga Ekonom Internasional Raih Hadiah Nobel Ekonomi 2022 International
Selasa, 11 Oktober 2022 12:41:19 WIB

Peng Liyuan serukan upaya global untuk meningkatkan pendidikan bagi anak perempuan International
Rabu, 12 Oktober 2022 8:34:27 WIB

Sekjen PBB Serukan Cakupan Sistem Peringatan Dini Universal untuk Bencana Iklim International
Sabtu, 15 Oktober 2022 8:59:46 WIB

Jokowi Puji Kepemimpinan Xi Jinping: Dekat dengan Rakyat, Memahami Betul Masalah yang Dihadapi Rakyat International
Senin, 17 Oktober 2022 13:29:21 WIB

Forum Pangan Dunia ke-2 Dibuka di Roma International
Selasa, 18 Oktober 2022 23:8:41 WIB

Australia Janji Pasok Senjata Buat Indonesia International
Jumat, 21 Oktober 2022 9:11:43 WIB

AS Pertimbangkan Produksi Senjata Bersama Taiwan International
Sabtu, 22 Oktober 2022 9:6:52 WIB

Pemimpin Sayap Kanan Giorgia Meloni Jadi PM Wanita Pertama Italia International
Sabtu, 22 Oktober 2022 11:57:58 WIB

Krisis Di Inggris Membuat Jutaan Warga Sengaja Tidak Makan Biar Hemat International
Minggu, 23 Oktober 2022 7:54:8 WIB

Gunung Kilimanjaro di Tanzania Dilanda Kebakaran International
Minggu, 23 Oktober 2022 15:24:53 WIB

Para Pemimpin Negara Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Kembali Xi Jinping International
Senin, 24 Oktober 2022 11:47:39 WIB

Menlu ASEAN Akan Gelar Pertemuan Khusus di Indonesia Bahas Myanmar International
Senin, 24 Oktober 2022 16:57:17 WIB

Konser di Myanmar Berubah Menjadi Horor Saat Serangan Udara Militer Tewaskan Sedikitnya 60 Orang International
Selasa, 25 Oktober 2022 10:2:29 WIB
