Rabu, 6 Agustus 2025 23:56:49 WIB

Livestream dari Ladang: Strategi Tiongkok Ubah Desa Jadi Motor Ekonomi Digital"
Tiongkok

OPINI/Muhammad Rizal Rumra

banner

Suasana dua wanita menyapa kamera yang dikelilingi hasil panen

Di tengah narasi global tentang kemajuan teknologi dan urbanisasi, desa sering kali menjadi simbol ketertinggalan. Namun, Tiongkok membalikkan narasi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, negara tersebut memperlihatkan bagaimana desa bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi digital. Salah satu buktinya adalah ledakan e-commerce di pedesaan yang bukan hanya mengubah wajah pertanian lokal, tapi juga mengguncang teori-teori klasik pembangunan dan hubungan internasional.

Pertanian, Kamera, dan Konsumen: Lanskap Baru Ekonomi Digital

Menurut data Kementerian Perdagangan Tiongkok, dari Januari hingga Juni 2025 saja, volume transaksi e-commerce untuk produk pertanian tumbuh 17,2%. Yang mendorong lonjakan ini bukan hanya peningkatan konektivitas internet, tapi juga naik daunnya livestreaming sebagai cara baru para petani menjual hasil panen langsung ke konsumen, tanpa tengkulak.

Ambil contoh Luo Yun, petani buah dari Xinjiang. Dalam satu sesi siaran langsung, ia berhasil menjual 3 ton buah persik, menghasilkan penjualan lebih dari 30.000 yuan atau sekitar 68 juta rupiah. “Dengan menjual langsung, keuntungan saya meningkat 30%,” katanya. Contoh lain datang dari Deng Shenglin di Sichuan, yang mampu menjangkau ratusan rumah tangga di seluruh Tiongkok hanya dengan menggunakan ponsel.

Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran dari “subsistence agriculture” ke “smart agriculture”, di mana petani bukan lagi sekadar produsen, tapi juga “digital entrepreneur”.

Paradigma Neoliberal vs Neo-Developmental: Siapa yang Benar?

Jika kita melihat ini dari perspektif hubungan internasional, khususnya ekonomi politik global, maka muncul dua kutub pandang:

  1. Paradigma Neoliberal akan melihat ini sebagai bentuk efisiensi pasar, yang mana inovasi teknologi mendorong daya saing, mengurangi biaya distribusi, dan meningkatkan akses ke pasar.
  2. Namun Neo-Developmentalist akan mengatakan bahwa ini bukan hanya soal pasar, tapi juga hasil dari peran aktif negara. Dukungan pemerintah Tiongkok dalam bentuk infrastruktur digital, pelatihan petani, dan promosi siaran langsung adalah bentuk intervensi strategis negara dalam mendorong pembangunan pedesaan.

Kombinasi kedua pendekatan ini menciptakan ekosistem digital yang memungkinkan petani desa untuk melompat ke jalur cepat ekonomi digital, sebuah “lompatan katak” (leapfrogging) yang dulu hanya diasosiasikan dengan sektor industri.

Soft Power Baru: Petani Sebagai Agen Diplomasi Ekonomi?

Di sisi lain, keberhasilan ini memperkuat posisi Tiongkok di panggung internasional. Dengan menjadikan desa sebagai simbol kemajuan teknologi, Tiongkok mengirimkan pesan bahwa kami mampu mengangkat rakyat kecil lewat teknologi dan kebijakan negara.

Inilah bentuk baru soft power, di mana narasi keberhasilan internal digunakan untuk membentuk persepsi eksternal. Alih-alih mengandalkan diplomasi konvensional, Tiongkok menunjukkan bahwa kekuatan negara juga dapat dibangun dari desa, lewat buah persik dan livestream.

Hal ini sejalan dengan teori kontruksivisme dalam hubungan internasional, yang menekankan pentingnya identitas dan narasi dalam membentuk interaksi global. Narasi tentang “Tiongkok yang memberdayakan desa lewat teknologi” menjadi alat untuk membangun legitimasi global.

Konsekuensi Global: Inspirasi atau Ancaman?

Bagi negara berkembang lainnya, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, model ini bisa menjadi inspirasi tapi juga tantangan. Apakah negara lain mampu meniru model ini tanpa kemampuan mobilisasi negara seperti Tiongkok?

Jika tidak, bisa jadi ketimpangan digital global akan semakin melebar. Tiongkok tidak hanya menjadi pusat manufaktur, tetapi juga pionir dalam model digital rural development, yng memperkuat posisi mereka dalam tatanan ekonomi global baru berbasis teknologi.

Penutup: Masa Depan Ekonomi Global Ada di Desa?

Livestreaming petani di desa mungkin terlihat sepele. Tapi ketika ditinjau dari lensa global baik dari perspektif teori pembangunan, ekonomi politik internasional, hingga soft power, ini adalah transformasi besar. Desa-desa di Tiongkok bukan lagi sekadar tempat pertanian, tapi pusat inovasi, kewirausahaan, dan bahkan strategi geopolitik. Mungkin sudah saatnya kita berhenti memandang desa sebagai masa lalu, dan mulai melihatnya sebagai masa depan.

Komentar

Berita Lainnya

Petani di wilayah Changfeng Tiongkok

Selasa, 4 Oktober 2022 14:51:7 WIB

banner
Pembalap Formula 1 asal Tiongkok Tiongkok

Selasa, 4 Oktober 2022 15:19:35 WIB

banner