Jumat, 9 Oktober 2020 7:26:56 WIB

Balas Budi Yang Dilakukan 40 Tahun Kemudian
Sosial Budaya

Agsan Prawira

banner

Hu Die

Tahun 30 hingga 40-an abad yang lalu, di Tiongkok ada seorang "ratu film" yang sangat terkenal, bernama Hu Die. Aktingnya sangat baik, membuat film hasil syutingnya sempat mencapai rekor terlaris dalam film domestik.

Sekalipun telah sangat berhasil dalam industri seni pertunjukan, namun Hu Die tetaplah seorang yang sangat rendah hati, dan berani berbicara demi keadilan. Setelah usai perang, Hu Die mengikuti suami pindah ke Hong Kong dan setelah suaminya meninggal pada tahun 1975, dia pindah ke Kanada, melewatkan hari-hari dalam ketenangan.

Pada suatu hari, seorang perantau Tionghoa berusia tua dari Jepang yang pindah ke Vancouver menemuinya dan mengungkapkan masa lalunya yang tidak terlupakan: Itu terjadi pada suatu malam di mana Hu Die sedang mengadakan pertunjukan panggung besar. Pada waktu itu perantau Tionghoa tua tersebut hanya merupakan seorang buruh kasar yang masih muda dan bertanggung jawab untuk menarik tirai panggung. Entah karena tegang atau ada alasan lain, tirai mengalami masalah, sehingga membuat para aktor mengalami kekacauan di panggung dan para penonton di bawah panggung menjadi gaduh.

Bos penyelenggara pertunjukan marah besar dan menegur habis- habisan si buruh kasar penarik tirai. Ia melontarkan umpatan bertubi-tubi kepadanya. Hu Die tidak tega melihatnya, kemudian berdiri dan berbicara demi keadilan: "Mengapa Bapak sampai begitu marah! Dia toh masih seorang anak kecil, cukuplah lain kali diminta lebih berhati-hati saja." Pak Bos tidak berani menyakiti hati aktris besar yang sedang melambung, sehingga dengan sangat terpaksa menyudahinya. Pada saat itu buruh kasar kecil penarik tirai itu diam-diam bersumpah dalam hati: Di kemudian hari ketika saya sukses, harus saya balas budi kebaikan Anda!

Tidak lama kemudian, buruh kasar kecil berkesempatan pergi ke Jepang, mulanya dia bekerja serabutan di restoran, dan kemudian membuka sebuah hotel, setelah mengalami pasang surut dan terpaan badai, akhirnya menjadi seorang yang kaya raya. Pada tahun 70-an, ia mendengar kepindahan Hu Die ke Vancouver, maka dia menjual harta keluarganya dan menetap di Vancouver. Setelah mendengar cerita perantau Tionghoa tua tersebut, Hu Die baru menemukan dalam memorinya peristiwa yang dalam hidupnya sama sekali tidak berarti, dan dia juga sama sekali tidak mengira bahwa peristiwa sekecil itu justru telah membuat orang lain mengingatnya seumur hidup.

 Perantau Tionghoa tua berkata pada Hu Die bahwa dia tahu Hu Die hidup dalam kekurangan, tetapi bila diberi uang pasti tidak akan diterima, maka di tempat yang tidak jauh dari kediamannya dibelikan sebuah apartemen mewah atas nama Hu Die sebagai sebuah hadiah kepadanya. Tak lama setelah perantau Tionghoa tua tersebut memenuhi keinginannya, dia meninggal dunia, sedangkan Hu Die (yang secara harafiah berarti kupu-kupu) pada tahun 1989 ketika berusia 81 tahun juga "telah terbang." Orang Tiongkok zaman dahulu mengatakan: "Jangan mengingat budi kebaikan yang diberikan, namun jangan melupakan budi kebaikan yang diterima" "budi kebaikan berupa setetes air yang diterima, hendaknya dibalas dengan sumber air". Balas budi yang dilakukan setelah empat puluh tahun dari perantau Tionghoa tersebut bukankah sudah merupakan penjelasan yang terbaik? [Susi Ng / Balikpapan]

https://adat-tiongkok.blogspot.com/2013/08/serba-serbi-tentang-sempoa.html

Komentar

Berita Lainnya

Pelestarian Lingkungan Sungai Yangtze Sosial Budaya

Sabtu, 8 Oktober 2022 16:4:14 WIB

banner
Hari Kota Sedunia dirayakan di Shanghai Sosial Budaya

Minggu, 30 Oktober 2022 15:32:5 WIB

banner