Rabu, 30 April 2025 21:39:56 WIB
Belajar dari Tiongkok: Membangun Ketahanan untuk Melawan Penindasan AS & Israel
International
OPINI/Muhammad Rizal Rumra

Pertemuan Menlu Tiongkok bersama Delegasi Negara-Negara Arab dan Mayoritas Muslim
Di tengah dominasi sistem finansial global, masyarakat dunia seolah ditanamkan keyakinan bahwa kekuatan ekonomi raksasa tidak dapat ditantang. Namun, sejarah membuktikan bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Ada kekuatan lain yang kerap diabaikan, namun terbukti mampu menandingi kekuasaan ekonomi yakni keberanian moral dan kejernihan berpikir kolektif.
Fenomena ini tergambar jelas dalam bagaimana Tiongkok merespons tekanan ekonomi dari negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS). Ketika Washington melancarkan perang tarif dan membatasi akses teknologi tinggi bagi perusahaan Tiongkok, yang terjadi bukanlah penyerahan diri, melainkan kebangkitan strategi cerdas dan ketahanan nasional.
Sejalan dengan itu, di berbagai negara berkembang mulai bermunculan sistem pembayaran domestik seperti GPN dan QRIS yang mulai mengurangi dominasi sistem pembayaran global seperti Visa dan Mastercard. Ini adalah sinyal kuat bahwa tidak ada dominasi yang abadi selama ada kemauan untuk mandiri dan keberanian untuk berinovasi.
Pertanyaan krusial pun muncul, jika dominasi raksasa keuangan dunia bisa dilawan, mengapa tidak bisa menerapkan strategi yang sama untuk memboikot produk-produk dari negara agresor seperti Israel?
Di tengah eskalasi kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Palestina, dunia tak lagi bisa diam. Namun, boikot bukan sekadar emosi sesaat. Ia harus menjadi gerakan sadar, terorganisir, dan terstruktur seperti halnya strategi dagang global. Dalam konteks ini, strategi Tiongkok dapat dijadikan inspirasi dan landasan strategis. Apa itu? Tiongkok tidak membiarkan satu negara mengendalikan nasib ekonominya dengan menyusun empat pilar ketahanan.
Pertama, diversifikasi pasar internasional dengan memperluas mitra dagangnya melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), sehingga tidak terjebak ketergantungan pada satu negara besar seperti AS.
Kedua, kemandirian teknologi dengan mempercepat pengembangan teknologi lokal. Sebuah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada korporasi teknologi Barat.
Ketiga, melalui penguatan konsumsi domestik sehingga ketika ekspor terganggu, perekonomian tetap tumbuh dengan mengandalkan pasar dalam negeri yang diperkuat oleh insentif konsumsi.
Dan yang keempat, yaitu solidaritas nasional. Pemerintah, industri, dan rakyat Tiongkok semuanya bersatu. Mereka memiliki satu visi dalam menghadapi tekanan global yakni menjaga kedaulatan ekonomi dan teknologi.
Itulah mengapa, dari keempat strategi ini pula lahirlah tiga prinsip utama yakni patriotisme rasional, strategi cerdas, dan konsistensi jangka panjang. Semua ini adalah kunci keberhasilan menghadapi tekanan luar.
Belajar dari strategi Tiongkok tersebut, nyatanya telah memberikan inspirasi dalam membangun model boikot yang cerdas. Kenapa? Karena selama ini tidak dapat dimungkiri bahwa banyak inisiatif tersebut berakhir mandek. Hal ini terjadi bukan karena tujuannya salah, melainkan karena adanya strategi kontra yang sangat halus namun efektif.
Seperti politik pecah belah (divide et impera), dimana publik dibelah secara wacana agar terjadi saling serang dan saling curiga di kalangan pendukung boikot sendiri. Perusahaan pro-Israel juga terkadang mempekerjakan tenaga kerja lokal agar boikot terlihat seperti ancaman terhadap saudara sebangsa. Dibangun pula narasi bahwa memboikot adalah tindakan egois yang menyakiti ekonomi nasional. Begitu pula, efek domino psikologis sehingga ketika satu bangsa goyah maka bangsa lain ikut melemah secara psikologis.
Semua taktik ini mengaburkan realitas moral yang sesungguhnya, sehingga mengalihkan fokus publik dari penderitaan korban perang dan kekerasan, menuju perdebatan internal yang tidak produktif.
Dengan demikian, untuk mematahkan taktik adu domba tersebut, gerakan boikot perlu membangun ekosistem yang kuat melalui langkah-langkah strategis yang dapat diadopsi.
Pertama, melalui produksi alternatif lokal sehingga boikot akan efektif jika ada pilihan lain. Itu artinya, pemerintah dan swasta harus bersinergi untuk menyediakan produk pengganti yang terjangkau dan berkualitas.
Kedua, edukasi massal berbasis data. Rakyat perlu diedukasi tentang pentingnya keberlanjutan perjuangan ini. Bukan dengan retorika semata, melainkan dengan argumentasi rasional dan data konkret.
Ketiga, aliansi global. Negara-negara dan komunitas internasional yang mendukung kemerdekaan Palestina harus dijadikan mitra strategis. Gerakan bersama akan memperkuat efek tekanan.
Dan yang keempat, aksi kolektif bermoral sehingga boikot bukan sekadar pilihan ekonomi, tetapi adalah pernyataan sikap moral bahwa kemanusiaan lebih penting dari keuntungan jangka pendek.
Dengan demikian, gerakan boikot tidak dapat dipahami hanya dalam kerangka ekonomi, melainkan sebagai tindakan kolektif bermoral. Dalam banyak kasus, produk yang dibeli masyarakat secara tidak langsung menjadi sumber dana yang mendukung kebijakan kolonial, militeristik, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Sehingga, keputusan untuk tidak membeli suatu produk bukan hanya keputusan pribadi melainkan bagian dari strategi global yang bermuara pada nilai-nilai etika universal. Setiap rupiah yang tidak dibelanjakan untuk produk yang terafiliasi dengan kekerasan, adalah pernyataan bahwa hidup manusia lebih penting daripada keuntungan bisnis. Bahwa keadilan lebih bernilai daripada kenyamanan konsumtif.
Itulah mengapa dalam situasi global yang semakin kompleks, strategi perlawanan tidak lagi harus bersifat konfrontatif secara fisik. Boikot ekonomi menjadi alternatif strategis yang sah dan efektif dalam mengekspresikan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dari sinilah dapat dilihat sejauh mana relevansi model ketahanan seperti yang diterapkan Tiongkok dapat efektif pula terhadap para negara agresor seperti Israel. Artinya, melalui kecerdasan kolektif dan patriotisme cerdas yang telah memberikan perlawanan yang kuat dan telak terhadap kekuatan global seperti AS, dapat pula berlaku terhadap Israel.
Karena dengan cara seperti itulah, dunia bisa menghentikan aliran dana ke perusahaan pendukung penjajahan, mendorong tumbuhnya industri nasional yang mandiri, menyelamatkan nyawa yang tak berdosa di zona konflik, dan mengarahkan sejarah menuju keadilan serta martabat manusia.
Oleh karena itu, melalui kasus ketahanan ekonomi Tiongkok dapat ditarik pelajaran bahwa kemandirian, solidaritas nasional, dan keberanian moral merupakan fondasi penting dalam menghadapi dominasi kekuatan ekonomi global. Artinya, dengan menerapkan strategi yang serupa maka masyarakat dunia khususnya di negara-negara berkembang dapat memainkan peran penting dalam menekan negara agresor melalui jalur ekonomi. Boikot terhadap produk Israel bukanlah tindakan emosional semata, tetapi bagian dari perjuangan global menuju dunia yang lebih adil dan beradab.
Komentar
Berita Lainnya
Politisi Jerman Kritik Parlemen Eropa karena Tetap Operasikan Dua Kompleksnya di Tengah Krisis Energi International
Jumat, 7 Oktober 2022 8:37:55 WIB

Patung Kepala Naga dari Batu Pasir Berusia Ratusan Tahun Ditemukan di Taman Angkor Kamboja International
Jumat, 7 Oktober 2022 16:2:20 WIB

Tiga Ekonom Internasional Raih Hadiah Nobel Ekonomi 2022 International
Selasa, 11 Oktober 2022 12:41:19 WIB

Peng Liyuan serukan upaya global untuk meningkatkan pendidikan bagi anak perempuan International
Rabu, 12 Oktober 2022 8:34:27 WIB

Sekjen PBB Serukan Cakupan Sistem Peringatan Dini Universal untuk Bencana Iklim International
Sabtu, 15 Oktober 2022 8:59:46 WIB

Jokowi Puji Kepemimpinan Xi Jinping: Dekat dengan Rakyat, Memahami Betul Masalah yang Dihadapi Rakyat International
Senin, 17 Oktober 2022 13:29:21 WIB

Forum Pangan Dunia ke-2 Dibuka di Roma International
Selasa, 18 Oktober 2022 23:8:41 WIB

Australia Janji Pasok Senjata Buat Indonesia International
Jumat, 21 Oktober 2022 9:11:43 WIB

AS Pertimbangkan Produksi Senjata Bersama Taiwan International
Sabtu, 22 Oktober 2022 9:6:52 WIB

Pemimpin Sayap Kanan Giorgia Meloni Jadi PM Wanita Pertama Italia International
Sabtu, 22 Oktober 2022 11:57:58 WIB

Krisis Di Inggris Membuat Jutaan Warga Sengaja Tidak Makan Biar Hemat International
Minggu, 23 Oktober 2022 7:54:8 WIB

Gunung Kilimanjaro di Tanzania Dilanda Kebakaran International
Minggu, 23 Oktober 2022 15:24:53 WIB

Para Pemimpin Negara Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Kembali Xi Jinping International
Senin, 24 Oktober 2022 11:47:39 WIB

Menlu ASEAN Akan Gelar Pertemuan Khusus di Indonesia Bahas Myanmar International
Senin, 24 Oktober 2022 16:57:17 WIB

Konser di Myanmar Berubah Menjadi Horor Saat Serangan Udara Militer Tewaskan Sedikitnya 60 Orang International
Selasa, 25 Oktober 2022 10:2:29 WIB
