Minggu, 22 November 2020 9:9:38 WIB

Mengenal Perjanjian Dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Teknologi

Kinar Lestari

banner

Perjanjian RPEC ditandatangani secara virtual pada Minggu (15/11/2020) ini menjadi blok perdagangan bebas terbesar di dunia.

Mengenal Perjanjian Dagang RCEP

 

Delapan tahun berunding, perjanjian dagang terbesar di dunia yakni Kerja Sama Ekonomi Komperhensif Regional (RCEP) akhirnya rampung.

Sebanyak 15 negara  terlibat dalam perdagangan bebas regional tersebut. Antara lain adalah 10 negara anggota ASEAN plus lima negara mitra yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

Perjanjian yang ditandatangani secara virtual pada Minggu (15/11/2020) ini menjadi blok perdagangan bebas terbesar di dunia.

Apa itu RCEP? Seberapa besar blok perdagangan ini? Berapa tahun yang dibutuhkan untuk menandatangani kesepakatan? Berikut penjelasan lengkap yang dapat kami sajikan untuk anda.

Mungkin beberapa diantara kita sudah ada yang mengetahui apa itu RCEP, namun beberapa diantaranya ada juga yang belum mengetahui secara rinci mengenai RCEP.

 

Apa itu RCEP?

RCEP atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional adalah pakta perdagangan besar yang diusulkan oleh ASEAN untuk meningkatkan perdagangan di antara negara-negara anggotanya plus dengan mitra perjanjian perdagangan bebas (FTA).

Ini termasuk 10 anggota ASEAN, yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, dan lima mitra FTA blok itu yakni Australia, Tiongkok, Jepang, Selandia Baru dan Korea Selatan (India sempat ikut negosiasi, lalu keluar pada tahun 2019 karena khawatir tariff rendah akan melukai produsen local) namun tetap diperbolehkan jika suatu saat ingin bergabung kembali, karena pada dasarnya RCEP ini bertujuan untuk mendobrak hambatan perdagangan dan mempromosikan investasi untuk membantu negara-negara berkembang mengejar ketinggalan dari seluruh dunia.

 

Berapa tahun yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan RCEP?

2012: Diluncurkan dengan tujuan memperdalam hubungan ekonomi di antara 16 negara Asia-Pasifik.

2015: Awalnya direncanakan akan selesai tetapi berulang kali melewati tenggat waktu.

2016: Enam putaran pembicaraan diadakan.

2017: KTT RCEP pertama diadakan di ibu kota Filipina, Manila.

2018: KTT RCEP kedua diadakan di Singapura.

2019: Pembicaraan dipercepat ketika 15 negara peserta RCEP menyelesaikan negosiasi berbasis teks dan semua masalah akses pasar di Bangkok, Thailand, dengan tujuan untuk menandatangani pakta mega perdagangan bebas

2020: RCEP Ditandatangani!

 

Seberapa penting RCEP?

Penandatanganan kesepakatan RCEP adalah "kemenangan multilateralisme dan perdagangan bebas," kata Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang.

“Penandatanganan RCEP tidak hanya menjadi tonggak pencapaian kerjasama regional Asia Timur, tetapi juga kemenangan multilateralisme dan perdagangan bebas,” kata Li.

"Kesimpulan dari negosiasi RCEP akan mengirimkan pesan yang kuat tentang peran utama ASEAN dalam mendukung sistem perdagangan multilateral, membantu menciptakan struktur perdagangan baru di kawasan, memfasilitasi perdagangan secara berkelanjutan, mengembangkan rantai pasokan yang terganggu, dan mendukung pasca pandemi. pemulihan," kata Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc.

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Internasional Malaysia Mohamed Azmin Ali mengatakan penandatanganan perjanjian RCEP akan menjadi bukti dunia atas upaya memperkuat sistem perdagangan multilateral dan menegakkan agenda pembangunan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"RCEP adalah perjanjian yang sangat signifikan secara simbolis, datang pada saat ketidakpastian perdagangan global," kata Menteri Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Australia Simon Birmingham.

 

Seberapa besar pengaruh RCEP ?

15 Negara peserta RCEP menyumbang sekitar 30% dari populasi global, produk domestik bruto (PDB) global, dan 28% perdagangan global.

Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) akan mencakup 15 negara berpenduduk 2,2 miliar jiwa atau nyaris 30 persen populasi dunia.

Kesepakatan RCEP beranggotakan beberapa perekonomian terkemuka di kawasan seperti Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.

Pernyataan gabungan selama upacara penandatangan RCEP pada Minggu (15/11) menegaskan bahwa kesepakatan itu “akan memainkan peranan penting dalam membangun daya tahan kawasan melalui proses pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan pasca-pandemi”.

Tiongkok dan Australia, misalnya, telah terjebak dalam sengketa perdagangan belakangan ini, tetapi itu tidak menghentikan mereka untuk terus melanjutkan negosiasi RCEP.

“Kedua negara melihat manfaat besar dari integrasi ekonomi yang lebih dalam dengan negara-negara Asia lainnya,” tandas Murray Hiebert, peneliti senior Program Asia Tenggara di CSIS. “RCEP berpotensi memberikan platform lain bagi Tiongkok dan Australia di mana mereka dapat mendiskusikan dan menuntaskan perbedaan mereka.”

“Dalam keadaan global saat ini, fakta bahwa RCEP telah ditandatangani setelah 8 tahun negosiasi membawa secercah cahaya dan harapan di tengah mendung,” tutur Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang. Dalam jangka panjang, Li menggambarkan perjanjian itu sebagai “kemenangan multilateralisme dan perdagangan bebas”.

Beberapa pihak lain mencatat bahwa kesepakatan RCEP adalah bukti lebih lanjut dari kekuatan Asia yang terus bertumbuh. Para ekonom di HSBC mengatakan pada Minggu (15/11) bahwa perjanjian itu “menandakan bahwa Asia terus mendorong liberalisasi perdagangan bahkan ketika kawasan lain menjadi lebih skeptis”.

“Ini mungkin memperkuat tren yang telah berlangsung selama beberapa dekade: bahwa pusat gravitasi ekonomi global terus mendorong tanpa henti ke Timur,” tulis mereka dalam catatan penelitian.

 

Bagaimana kesepakatan RCEP akan mempengaruhi perdagangan global?

Yang terpenting, RCEP mencakup Tiongkok dan India (yang masih berkesempatan untuk dapat kembali), kita tahu bahwa dua negara tersebut berpenduduk paling banyak di dunia.

“India dan Tiongkok tidak terhubung dengan FTA, jadi ini adalah salah satu peluang untuk menggabungkan dua ekonomi Asia yang sangat besar dalam seperangkat aturan umum,” kata Locknie Hsu, profesor hukum di Universitas Manajemen Singapura.

Perjanjian ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak perdagangan, investasi lintas batas, dan aliran bakat di Asia.

Mengingat dorongan terhadap globalisasi dari AS dan negara-negara lain, menyelesaikan RCEP akan menjadi “sinyal tambahan, oleh kelompok regional yang sangat besar ini, terhadap komitmen untuk melakukan perdagangan, liberalisasi, dan investasi,” kata Hsu.

 

RCEP melalui sudut pandang Tiongkok dan Indonesia.

Tiongkok menganggap perjanjian perdagangan terbesar di dunia, Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), sebagai kemenangan bagi multilateralisme.

"Melihat kondisi global saat ini, penandatanganan RCEP setelah perundingan selama delapan tahun memancarkan sinar dan memberikan harapan di tengah kondisi suram," kata Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang setelah penandatangan virtual.

"Ini jelas menunjukkan bahwa multilateralisme adalah cara yang benar, dan mencerminkan arah yang tepat bagi perekonomian global dan kemajuan manusia," tambahnya.

Kesepakatan untuk menurunkan tarif dan membuka perdagangan jasa di dalam blok tanpa campur tangan Amerika Serikat (AS) dipandang sebagai alternatif Tiongkok untuk mencari pengganti perjanjian perdagangan dengan AS yang sekarang sudah tidak berfungsi dengan baik.

Iris Pang, kepala ekonom ING untuk Tiongkok, menanggap bahwa RCEP dapat membantu Beijing mengurangi ketergantungannya pada pasar dan teknologi luar negeri. Kedua elemen itu saat ini terganggu oleh keretakan yang semakin dalam dengan Washington.

Kesepakatan ini makin menjauhkan AS dari wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia itu. Sebelumnya Presiden AS Donald Trump juga menarik Washington untuk keluar dari Kemitraan Trans Pasifik (TPP), yang sebelumnya dirancang oleh Presiden Obama.

Meski Joe Biden menjadi presiden terpilih pada pemilu minggu lalu, namun analis mengatakan AS sepertinya tidak akan langsung bergabung dengan RCEP ataupun Kemitraan Trans Pasifik (TPP) dikarenakan fokus pada penanggulangan Covid-19 di dalam negeri.

Sementara itu, India sebagaimana dijelaskan di awal, menarik diri dari pembicaraan RCEP pada November tahun lalu. Akan tetapi para pemimpin ASEAN mengatakan pintu tetap terbuka bagi siapa saja yang ada di Asia Paifik untuk bergabung.

Sementara itu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo juga menyambut baik penandatanganan perjanjian tersebut. Dengan menyatakan, "Penandatanganan ini menandai masih kuatnya komitmen kita terhadap multilateralisme," kata presiden dalam sambutannya.

"Di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 saat ini, penandatanganan perjanjian RCEP diharapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan dunia usaha, sekaligus menjaga stabilitas industri dan rantai pasok regional dan global, serta menunjukkan dukungan kawasan untuk sistem perdagangan multilateral yang terbuka, inklusif, dan berbasis aturan," demikian keterangan tertulis Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Minggu (15/11/2020).

Jokowi menuturkan, implementasi RCEP nantinya akan membutuhkan komitmen yang besar dari semua pihak.

"Saya yakin RCEP ini akan menjadi katalis pemulihan ekonomi di kawasan bahkan dunia," ujar Jokowi secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (14/11/2020)

Selain itu, Jokowi juga memandang ASEAN beserta Negara-negara yang terlibat dalam RCEP perlu memperkuat komitmen untuk meningkatkan perjanjian perdagangan bebas melalui peningkatan kelancaran lalu-lintas barang, penguatan rantai pasokan global dengan memanfaatkan ASEAN sebagai basis produksi yang kompetitif.

Kemudian pengembangan kerja sama industri 4.0 dan ekonomi digital, serta peningkatan interaksi antara pelaku usaha ASEAN dan Australia.

Selanjutnya, Jokowi mendorong terciptanya stabilitas dan keamanan di kawasan. Kepala Negara menuturkan, stabilitas dan keamanan kawasan adalah fondasi bagi upaya pemulihan ekonomi pascapandemi.

"Penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982, adalah kunci. Pesan ini perlu terus kita gaungkan ke dunia," tutur Jokowi.

Tak hanya itu, Jokowi menilai bahwa implementasi program secara konkret dalam kerangka ASEAN Outlook on the Indo-Pacific sangatlah krusial sehingga memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat di kawasan.

 

Kira-kira apa saja ya manfaat dari RCEP ini? Berikut ini manfaat RCEP untuk Indonesia:

1. Menciptakan peluang bagi industri Indonesia dalam memanfaatkan rantai nilai kawasan

2. Mendorong peningkatan jasa telekomunikasi yang berkualitas tinggi

3. Memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing bagi penyedia sektor jasa maupun tenaga kerja di Indonesia

4. Mendorong investor Indonesia untuk berinvestasi di seluruh wilayah RCEP dengan adanya peningkatan iklim investasi dalam kawasan

5. Memberikan sinyal positif kepada penyedia jasa keuangan dari negara anggota RCEP

6. Mengatur mekanisme yang lebih baik dalam mengatasi hambatan nontarif

7. Mendukung pengakuan jasa profesional dalam kawasan

8. Memfasilitasi peningkatan lingkungan regulasi dan peluang bisnis pada semua lini

9. Mendorong pembangunan kapasitas ekonomi dan kemampuan UKM dalam kawasan

10. Memberikan perlindungan dan penegakan kekayaan intelektual di dalam kawasan

11. Memiliki aturan mengenai niaga elektronik dalam rangka mendorong pelaku usaha Indonesia untuk memanfaatkan perdagangan digital dalam kawasan

12. Memperluas akses pasar untuk produk ekspor Indonesia

 

Beberapa pernyataan yang datang dari para Menteri dan juga sejumlah tokoh ekonom dan lainnya terkait RCEP :

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto yang mengatakan bahwa RCEP akan mendongkrak ekspor dan investasi Indonesia ke depan. Hal itu melihat potensi dari negara RCEP.

Tak hanya itu, "Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa menjadi sebuah pendobrak di tengah lesunya sistem perdagangan multilateral di bawah World Trade Organization (WTO); ketidakpastian ekonomi global; dan peningkatan tensi perang dagang," ujar Kemendag melalui akun Instagramnya, Selasa (17/12/2019).

Kemendag mengatakan, RCEP akan mendorong kerja sama dan meningkatkan kapasitas dalam implementasi perjanjian yang akan menguntungkan negara yang tergabung dalam perjanjian ini. Cakupan yang mereka fokuskan antara lain perdagangan barang, jasa, investasi, kekayaan intelektual, niaga elektronik, kerja sama ekonomi dan teknis, bidang hukum dan kelembagaan, termasuk penyelesaian sengketa. Momentum ini merupakan pintu masuk bagi terciptanya perluasan dan pendalaman rantai nilai kawasan.

Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30,2% PDB global. Selain itu investasi asing langsung (FDI) 29,8% global, jumlah penduduk 29,6%, dan perdagangan sebesar 27,4% yang sedikit di bawah EU-27 yang tercatat 29,8%.

"RCEP berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia ke negara peserta sebesar 8% hingga 11% dan investasi ke Indonesia sebesar 18% hingga 22%," ujar Agus usai penandatanganan, Minggu (15/11).

Dari sudut pandang Pengamat ekonomi internasional Fithra Faisal dari Universitas Indonesia menilai itu adalah langkah yang positif, meskipun Tiongkok, yang merupakan motor kerja sama, sedang terlibat perang dagang dengan AS.

"Dengan adanya perang dagang jelas kita butuh alternatif dan jelas butuh untuk melakukan penguatan, baik dari sisi domestik maupun regional," ujar Fithra kepada BBC News Indonesia, Kamis (20/06).

'Menyeimbangkan kutub'

Fithra juga menambahkan bahwa RCEP penting untuk "menyeimbangkan kutub" dan "obat penawar dari arus deglobalisasi yang sekarang sedang terjadi."

"Regionalisme itu positif dan menguntungkan negara-negara yang menjalankan kerja sama ekonomi tersebut," ungkap Fithra.

Pendapat senada diutarakan oleh pengusaha Shinta Kamdani, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin.

Shinta mengatakan bahwa Indonesia justru dapat mengambil peluang dari perang dagang AS dan Tiongkok dengan menjalin kerja sama dengan negara-negara RCEP.

"Selalu kalau perjanjian dagang itu ada winners ada losers pada akhirnya. Tetapi kalau sudah ditimbang-timbang, beberapa sektor membutuhkan dan itu akan bisa meningkatkan ekspor mereka ke negara-negara yang bersangkutan," papar Shinta.

Selain dari sisi ekspor, Shinta juga melihat RCEP berpotensi untuk dapat meningkatkan investasi dari negara-negara terkait.

RCEP adalah perjanjian perdagangan regional di antara negara-negara ASEAN, serta ekonomi raksasa Asia. Zona perdagangan bebas baru ini akan lebih besar ketimbang Perjanjian AS-Meksiko-Kanada dan Uni Eropa. Oleh karena itu, Negosiasi RCEP diharapkan dapat menguatkan ekonomi ASEAN di tengah-tengah perang dagang. Pastinya negara-negara Asia berharap bersama perjanjian ini dapat menguntungkan bersama. Semoga perdagangan bebas seperti RCEP dapat meningkatkan nilai ekspor dan investasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

 

Sumber :

BHARATA virtual meeting bersama Kedubes Tiongkok di Indonesia

CNBC

Xinhua

BBC

SUARA

KOMPAS

Berbagai media cetak lainnya dan tv

 

Komentar

Berita Lainnya

Prioritas Agenda Kerja Sama Tiongkok-ASEAN Teknologi

Selasa, 3 November 2020 9:58:24 WIB

banner
CMG Siap Beritakan CIIE ke-3 Teknologi

Rabu, 4 November 2020 1:22:22 WIB

banner
Han Zheng Hadiri Upacara Pembukaan CIIE Ke-3 Teknologi

Jumat, 6 November 2020 1:14:28 WIB

banner
Tiongkok Gelar Harbolnas Terbesar di Dunia Teknologi

Selasa, 10 November 2020 19:55:39 WIB

banner