Kamis, 17 Desember 2020 4:0:55 WIB

Punya Temuan, MAKI Minta KPK Buka Penyidikan Baru Kasus Bansos Covid-19
Tiongkok

Versiana Eiffel

banner

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengangkat paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 sebelum diserahkan ke KPK, di Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelewengan nilai bantuan sosial atau Bansos Covid-19. Menurut temuan dia, ada selisih anggaran yang tinggi dari Bansos yang diberikan Kementerian Sosial.

"Anggaran Rp300 ribu dipotong penyelenggara/panitia Kemensos sebesar Rp15 ribu untuk transport, Rp15 ribu untuk goody bag (kemasan Bansos)," ucap Boyamin Saiman di Gedung KPK Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020.

Pemborong atau vendor, lanjut dia, mendapatkan Rp270 ribu dengan keuntungan dan pajak semestinya maksimal hingga 20 persen, yaitu sebesar Rp54 ribu. Namun, barang yang diterima masyarakat hanya senilai Rp188 ribu sehingga terdapat selisih sekitar Rp23 ribu.

"Untuk goody bag yang disediakan juga terdapat selisih sekitar Rp5 ribu dari anggaran Rp15 ribu. Dengan demikian selisih harga barang sekitar Rp28 ribu ditambah selisih harga goody bag sekitar Rp5 ribu maka uang yang diduga menjadi kerugian negara sekitar Rp33 ribu," kata Boyamin.

 

Selain selisih harga, kata dia, diduga terdapat selisih kualitas isi barang. Di antaranya, menurut Boyamin, kualitas beras bau apek sebagian warna kuning atau hitam, serta sarden ikan lebih banyak berisi air dan ikannya sedikit.

Tak hanya itu, Boyamin menuturkan terdapat informasi yang semestinya didalami KPK, yakni informasi sistem pengadaan sembako Bansos Covid-19 yang diduga dikerjakan model subkontraktor. "Yaitu pemborong/vendor yang ditunjuk telah memberikan pekerjaan kepada pihak lain (subkontraktor) dengan harga Rp210 ribu sehingga menjadi wajar barang yang dibagikan kepada masyarakat Rp188 ribu," tuturnya.

Dengan demikian, MAKI meminta KPK untuk memulai penyelidikan dan penyidikan baru di kasus Bansos Covid-19 Kemensos dengan kualifikasi tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kami dan masyarakat luas meminta KPK untuk melakukan konstruksi unsur Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan Korupsi di mana pelaku korupsi kualifikasi pemberatan keadaan tertentu bencana alam dengan opsi dituntut hukuman berat setidaknya seumur hidup dan atau hukuman mati. KPK semestinya memahami suasana kebatinan masyarakat," kata dia.

Boyamin juga menyerahkan barang bukti ke KPK berupa bansos sembako yang nilainya Rp188 ribu terdiri dari 10 kilogram beras, minyak goreng 2 liter, 2 kaleng sarden 155 gram, biskuit kelapa 600 gram, dan susu 400 gram.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mempersilakan bagi masyarakat yang ingin menyerahkan barang bukti atas kasus tersebut. "Segala masukan masyarakat kita akan terima kalau memang ini memenuhi syarat sebagai alat bukti. Segala sesuatu akan kita gunakan kalau memang kita pikir itu bisa jadi alat bukti tambahan," kata Nawawi.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara bersama empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah dua PPK di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

KPK menduga Mensos Juliari Batubara menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Untuk fee tiap paket Bansos Covid-19 disepakati oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.

Komentar

Berita Lainnya